Walaupun banya waktu luang tugas menjelang Ujian
Tengah Semester, aku menyempatkan menulis. Mungkin bagi sebagian orang yang
sudah bekerja, hati meraka sedang berbunga-bunga karena akhir bulan seperti ini
kerap kali ada orang gila uang nyasar dengan tidak sengaja ke rekening bank mereka.
Kali ini aku
akan membahas tentang apa yang terjadi satu minggu yang lalu. Tepatnya ketika
rangkaian tes kebohongan interview
dimulai.
Rangkaian
tes dimulai dengan tes kejiwaan psikologi. Aku pikir ini semacam tes
kepribadian yang sangat intens. Ternyata itu terlalu jauh. Pada tes pertama,
seluruh peserta diinstruksikan untuk mengerjakan soal penambahan berderet yang
disebut tes Koran (Kreapelin/Pauli Test).
Instruktur memjelaskan bahwa itu untuk mengukur ketelitian dan konsistensi
seseorang dalam melaksanakan pekerjaan.
Ya … aku tahu tentang ketelitian, tapi tentang konsistensi, mungkin hal yang sulit. Dari hasil yang kukerjakan, sepintas terlihat grafik yang naik-turun. Untuk konteks konsistensi, segala sesuatunya harus sama, stagnan.
Ya … aku tahu tentang ketelitian, tapi tentang konsistensi, mungkin hal yang sulit. Dari hasil yang kukerjakan, sepintas terlihat grafik yang naik-turun. Untuk konteks konsistensi, segala sesuatunya harus sama, stagnan.
Masih dalam
tes psikologi, tes selanjutnya lebih membohongi mengejutkan. Kita hanya disuruh menggambar. Ya! Menggambar! Aku tidak tahu tentang hal ini. Sekilas aku berpikir semua akan hancur
berantakan karena apa yang aku gambar tak menunjukkan visi yang terbayang dalam
pikiran. So terrible!
Peserta diinstruksikan untuk menggambar pohon dengan kriteria yang sudah ditentukan. Setelah itu menggambar manusia dan identitas dirinya (Draw A Person Test). Yang terakhir, menggambar objek bebas namun sudah ditentukan bagian gambarnya (Wartegg Test, serius ini bukan tes mencicipi makanan di warung Tegal).
Peserta diinstruksikan untuk menggambar pohon dengan kriteria yang sudah ditentukan. Setelah itu menggambar manusia dan identitas dirinya (Draw A Person Test). Yang terakhir, menggambar objek bebas namun sudah ditentukan bagian gambarnya (Wartegg Test, serius ini bukan tes mencicipi makanan di warung Tegal).
Wartegg Test |
Aku
tertawa! Serius! Semua gambar yang kubuat persis sama ketika aku menggambar
ketika duduk di lantai bangku TK. Tapi aku tetap optimis. Ini bukan
tentang seni bagus atau tidaknya gambar, ini tentang bagaimana mengimplementasikan
apa yang ada dalam diri, seperti menelanjangi diri.
Rangkaian tes selanjutnya adalah tes fisik. Itu
menurut yang tertulis pada surat panggilan. Yang kupikirkan adalah lari 2,4 km,
push up, sit up, melakukan hal-hal lain yang membuatku berkeringat.
Lagi-lagi aku dibohongi salah.
Tes Fisik?! |
Tes ini
hanya sekedar bagian dari medical
check-up, malah lebih sederhana. Peserta hanya diminta melepas baju
sepatu, menimbang berat badan, tes buta warna, mengukur tinggi badan dan tensi
darah. Sesederhana itu?! Ekspektasiku terlalu tinggi berlebihan!
Rangkaian
tes hari pertama berakhir. Awalnya aku pikir seluruh tes ini hanya sehari saja seperti dua tahun lalu. Tapi
tidak! Sebagian peserta harus mengikuti tes selanjutnya di hari berikutnya, dan
sebagian yang lain di hari setelah hari berikutnya. Buntung untung saja
aku mendapat bagian tes di hari yang berurutan. Sehingga hal itu tidak begitu mengganggu
kuliahku. Hari itu aku akhiri dengan
rasa syukur dan harapan.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment