Monday, April 29, 2013

Interview Test?! Could I?! (Part 1)

Walaupun banya waktu luang tugas menjelang Ujian Tengah Semester, aku menyempatkan menulis. Mungkin bagi sebagian orang yang sudah bekerja, hati meraka sedang berbunga-bunga karena akhir bulan seperti ini kerap kali ada orang gila uang nyasar dengan tidak sengaja ke rekening bank mereka.

Kali ini aku akan membahas tentang apa yang terjadi satu minggu yang lalu. Tepatnya ketika rangkaian tes kebohongan interview dimulai.

Rangkaian tes dimulai dengan tes kejiwaan psikologi. Aku pikir ini semacam tes kepribadian yang sangat intens. Ternyata itu terlalu jauh. Pada tes pertama, seluruh peserta diinstruksikan untuk mengerjakan soal penambahan berderet yang disebut tes Koran (Kreapelin/Pauli Test). Instruktur memjelaskan bahwa itu untuk mengukur ketelitian dan konsistensi seseorang dalam melaksanakan pekerjaan.

Ya … aku tahu tentang ketelitian, tapi tentang konsistensi, mungkin hal yang sulit. Dari hasil yang kukerjakan, sepintas terlihat grafik yang naik-turun. Untuk konteks konsistensi, segala sesuatunya harus sama, stagnan.

Masih dalam tes psikologi, tes selanjutnya lebih membohongi mengejutkan.  Kita hanya disuruh menggambar. Ya! Menggambar! Aku tidak tahu tentang hal ini. Sekilas aku berpikir semua akan hancur berantakan karena apa yang aku gambar tak menunjukkan visi yang terbayang dalam pikiran. So terrible!

Peserta diinstruksikan untuk menggambar pohon dengan kriteria yang sudah ditentukan. Setelah itu menggambar manusia dan identitas dirinya (Draw A Person Test). Yang terakhir, menggambar objek bebas namun sudah ditentukan bagian gambarnya (Wartegg Test, serius ini bukan tes mencicipi makanan di warung Tegal).

Wartegg Test

Aku tertawa! Serius! Semua gambar yang kubuat persis sama ketika aku menggambar ketika duduk di lantai bangku TK. Tapi aku tetap optimis. Ini bukan tentang seni bagus atau tidaknya gambar, ini tentang bagaimana mengimplementasikan apa yang ada dalam diri, seperti menelanjangi diri.

Rangkaian tes selanjutnya adalah tes fisik. Itu menurut yang tertulis pada surat panggilan. Yang kupikirkan adalah lari 2,4 km, push up, sit up, melakukan hal-hal lain yang membuatku berkeringat. Lagi-lagi aku dibohongi salah.


Tes Fisik?!

 Tes ini hanya sekedar bagian dari medical check-up, malah lebih sederhana. Peserta hanya diminta melepas baju sepatu, menimbang berat badan, tes buta warna, mengukur tinggi badan dan tensi darah. Sesederhana itu?! Ekspektasiku terlalu tinggi berlebihan!

Rangkaian tes hari pertama berakhir. Awalnya aku pikir seluruh tes ini hanya sehari saja seperti dua tahun lalu. Tapi tidak! Sebagian peserta harus mengikuti tes selanjutnya di hari berikutnya, dan sebagian yang lain di hari setelah hari berikutnya. Buntung untung saja aku mendapat bagian tes di hari yang berurutan. Sehingga hal itu tidak begitu mengganggu kuliahku.  Hari itu aku akhiri dengan rasa syukur dan harapan.

(bersambung)

No comments:

Post a Comment